Lupakan era AM, lupakan Alex Turner yang menjadi bom seks
bagi internet darling di era 2013-2014, lupakan pula Arctic Monkeys yang dahulu penuh spirit rock n roll membara khas Britania Raya. Now we’re welcoming the new era of Arctic Monkeys.
Semuanya berawal dari penampakan foto Alex, Jamie, Nick, dan
Matt yang reuni di tanah kelahiran mereka yaitu Sheffield di akun-akun fanbase, lalu
tentunya Alex yang mulai menumbuhkan jambang dan menggondrongkan kembali
rambutnya(yang jujur saja, terlihat seperti
om-om pengedar narkoba necis, walau tetap keren sih). Lalu awal tahun ini
linimasa Arctic Monkeys kembali aktif dengan merilis logo baru, jadwal tur dunia
serta teaser album yang sangat menggoda dengan irisan sikedelik ala Tame Impala
serta sisa-sisa kejayaan side project Alex, TLSP.
Lalu beberapa minggu kemudian.
Voila!
11 Mei 2018.
Harinya Arctic Monkeys dan fans di seluruh dunia.
Tepat pukul 6 pagi waktu Indonesia, Tranquility Base Hotel & Casino rilis dan
boom. Semua orang terkejut ketika memutar satu persatu lagu yang jauh dari citra Arctic Monkeys yang liar, muda, cepat, lincah,
seksi, dan berbahaya. Sebaliknya, TBHC lebih cenderung merupakan upaya Alex
untuk membuat album solo prematur yang kebetulan ditempeli nama Arctic Monkeys,
menurut sebagian besar orang. Tapi apa mau dikata, album ini memang sangat
jauh dari bayangan saya ketika membuat prediksi sebelumnya. TB&HC ini
sangat jazzy, kalem, dan elegan. Album yang piano-oriented dengan aransemen
yang sebenernya cukup monoton. Bisa dibilang ini adalah album pertama Arctic Monkeys
yang bergenre space themed lounge, karena mendengarnya kita akan berasa berada
di ruang angkasa lengkap dengan perlengkapan ala astronot serta selang oksigen
menempel. Apakah itu bagus? Hmm..putaran pertama album ini membuat saya
tertidur pulas. Untungnya saya berusaha keras untuk memutar terus dan untuk
putaran kesekian kalinya, barulah saya mulai menikmati album ini. Entah mengapa saya menemukan perasaan yang sama seperti ketika pertama kali mendengar album Humbug. Saat Humbug pertama kali rilis, banyak orang yang tidak suka karena perubahan sound yang radikal dan lebih gelap dari sebelumnya, baru setelah beberapa tahun Humbug mendapat pengakuan sebagai album yang superior. Bagi yang kupingnya
terbiasa dengan genre jazz atau swing sepertinya bakal lebih mudah untuk
menyukai album ini.
Mojomagz
Dimulai dari Star Treatment yang dibuka oleh penghambaan
Alex kepada The Strokes, hingga ditutup oleh copycat dari ballad ala 'No 1 Party
Anthem', 'The Ultracheese' semuanya punya pakem yang sama. Tempo lambat dengan
vokal Alex yang semakin 'seductive' dibanding album-album sebelumnya. Kecuali 'Four Out Of Five' yang memang paling standout karena punya berwarna Tame Impala
dan chorus yang kuat. Satu hal yang tak
berubah adalah gaya penulisan Alex yang tak pernah pudar, penceritaan yang
mengalir dari bait ke bait, lagu per lagu dengan bumbu lelucon khas Alex yang
mudah kita temui di beberapa lagu. Kita tak akan menemukan penyanyi selain Alex
yang bisa menyanyikan chorus ‘Good Morning. Cheeseburger. Snowboarding.' di 'She Looks Like Fun' dengan merdu dan jenaka
pada saat bersamaan.
Billboard.com
Saya yakin, album Tranquility Base Hotel & Casino akan memecah
fanbase Arctic Monkeys menjadi beberapa kubu. Pertama, kubu yang benar-benar menyukainya
karena murni kualitas album dan songwriting skill Alex yang tak berubah. Lalu kubu kedua, tetap
menyukai AM karena ‘gak peduli Alex mau jungkir balik kayang berak ngasal kaya
gimana juga, gue tetep cinta doi’. Dan kubu ketiga, mundur perlahan sebagai fans Arctic Monkeys karena kecewa berat dengan TBH&C yang mereka tuduh merupakan penyimpangan dari jalan rock n roll
mereka. Beberapa diantara mereka juga bahkan membuat petisi online yang menuntut Alex and Co. segera merilis album
sesungguhnya dan menganggap TBH&C adalah sebuah prank yang sungguh tidak
lucu.
Di sisi lain, Tranquility Base Hotel & Casino juga
menunjukkan keluwesan AM dalam menentukan arah sendiri, tak melulu berpatokan
dengan jalan rock n roll yang mereka pegang kukuh dari album pertama. Ini sebenarnya sudah
ditunjukkan oleh album AM dan lagu-lagu bertempo sedang cenderung ballad seperti
Only Ones Who Know di Favourite Worst Nightmare, jadi seharusnya sih kita tak perlu kaget berkepanjangan. Dan
justru itu juga kita dibuat penasaran kembali apa lagi eksperimen Profesor Alex
dan kolega di AM7 dan selanjutnya.
Anyway, Arctic Monkeys tetaplah Arctic Monkeys. Cinta
pertama saya kepada musik ((indie)) yang
takkan pernah luntur sampai kapanpun. Konyol jika masih berharap Arctic Monkeys bakal tampil live selugu di Glastonbury 2007, sekelam di Reading 2009 atau seklimis di Glastonbury 2013. Sebaiknya kita bersyukur toh masih diberi kesempatan untuk tumbuh menua bersama lagu-lagu mereka yang tak lekang digrogoti usia.
keren mas, TBHC is by far my least favourite from all six albums.
ReplyDeletemy least favourite is suck it and see tbh. TBHC is close second so far.
Deletekayaknya saya ada di kubu : tetap menyukai karena ‘gak peduli Alex mau jungkir balik kayang berak ngasal kaya gimana juga, gue tetep cinta doi’ :D
ReplyDeletesaya pun :)
ReplyDelete