‘Brengsek. Kenapa ga dari awal gue ngapalin semua lagunya ya :(’,
itu reaksi pertama beberapa saat setelah keluar dari aula pertunjukan. Namun sesal dan lirih malam itu terhapuskan oleh peluh bahagia karena Honne sebelumnya berhasil meledakkan seisi balroom dengan musik seksi dan lirik nakal yang tanpa ampun memanjakan penonton yang hadir.
itu reaksi pertama beberapa saat setelah keluar dari aula pertunjukan. Namun sesal dan lirih malam itu terhapuskan oleh peluh bahagia karena Honne sebelumnya berhasil meledakkan seisi balroom dengan musik seksi dan lirik nakal yang tanpa ampun memanjakan penonton yang hadir.
Sekadar pembunuh rindu, tulisan ini saya persembahkan untuk Mugal
yang telah memberikan sajian moodboster tak terlupakan di malam minggu lalu.
Music Gallery edisi ketujuh ini dihelat di Kuningan City Ballroom Sabtu tanggal
11 Maret lalu. Festival tahunan ini memang menjadi salah satu festival musik independen
yang paling ditunggu karena lineupnya yang selalu istimewa. Untuk tahun ini
Mugal mengundang Honne, salah satu prodigy di tahun 2016 lalu sebagai artis
luar negeri sekaligus headliner edisi kali ini.
Yup, prolog tadi adalah sebuah formalitas untuk menjadi
tulisan yang baik dan sesuai kaidah bahasa indonesia. Oke balik ke topik. Acara yang banyak
dihujat netizen yang dongkol karena tiket harga normal yang ludes dalam
waktu 5 menit ini mulai dibuka pada pukul 2 siang. Namun, penampilan
band-band baru dimulai pada pukul 4 sore. Venue tahun ini cukup menarik karena
terdapat rooftop yang berviewkan landskap keindahan Jakarta di kala senja. Dan kami beruntung datang dari sore hari,
karena venue masih sepi jadi kami masih bisa mengambil foto dengan leluasa. Terdapat
dua stage, yaitu main stage di lantai atas, tepatnya di aula, dan intimate
stage di lantai bawah.
Penampil di jam-jam sore itu ada Rebelsuns, Ikkubaru,
Peonies. Mereka adalah pendatang baru yang cukup diperhitungkan. Lalu di
jam-jam menjelang magrib ada tamu kawakan, Ballads Of The Cliche serta
pendatang baru lain Bedchamber.
dokumentasi pribadi
Setelah break magrib selama kurang lebih satu jam, tibalah
giliran The Trees And The Wild untuk unjuk gigi . Band yang telah menjadi favorit
bagi para stagephotographer ataupun
remaja milenial untuk memperbaharui feed instagramnya. TTATW adalah sebuah contoh sempurna
bagaimana sebuah band bisa memadukan antara kualitas sound dengan visual panggung
yang indah. Lighting yang sudah diatur sedemikian rupa memberikan keleluasan
bagi siapapun untuk memotret dari angle manapun, dan hasilnya pasti bagus.
Penampilan malam itu berhasil mengobati kekecewaan saya karena perform TTATW di
event besar sebelumnya yaitu Sound Project Vol II yang tidak seatraktif
biasanya karena problem teknis. Satu-satunya yang kurang dari penampilan TTATW
kemarin adalah durasi yang sebentar, mungkin itu dipengaruhi oleh kejadian
putusnya senar gitar Remedy Waloni di tengah-tengah perform. Drummer
L’Alphalpha, yang menjadi pengganti Hetri yang berhalangan pun mampu tampil
sama apiknya.
Setelah TTATW turun panggung, tiba giliran Bin Idris untuk unjuk gigi. Bin Idris mengubah panggung menjadi singgasana pribadinya,
dengan sebilah gitar sebagai satu-satunya perlengkapan tempur dia untuk
menguasai panggung aula utama ini. Bin Idris alias Haikal ‘Sigmun’ terbilang
cukup beruntung, massa sudah membludak memenuhi aula utama karena jadwal tampil
yang tepat diantara nama-nama besar lain
yaitu The Trees And The Wild dan Stars And Rabbit, dan tentunya Honne. Selain
itu musik Bin Idris yang lumayan bikin kelopak mata layu (saking damainya)
membuat saya harus memberi kredit pada panitia yang berani memberikan jadwal
seperti itu. Dan satu lagi nilai plus Bin Idris, dia lumayan kocak saat di atas
panggung, sehingga sebagian penonton yang dari awal terlihat bete terhibur
melihat banyolan dia. Satu-satunya lagu Bin Idris yang saya hapal yaitu
‘Rebahan’ akhirnya dimainkan sebagai penutup, lebih dari cukup sebagai obat ngantuk
selama hampir 45 menit yang terasa sangat panjang itu. Maafkan saya ya kang
Haikal, saya teh ga hapal dan ga ngerti lagu akang :(
Lalu berlanjut ke penampilan Stars And Rabbit. Sebelumnya
saya ingin berterima kasih pada panitia telah menaruh Stars And Rabbit di
tempat yang terhormat dan seharusnya, menjadi opener Honne. Sebagai penampil lokal terbaik pada malam itu,
Stars And Rabbit menunjukkan kalau musik Indonesia bisa dan akan selalu menjadi
tuan di negeri sendiri. Dengan kombinasi beat musik yang catchy dan vokal yang
super outstanding dari Elda, Stars And Rabbit adalah wajah dari budaya
Indonesia yang unik dan beragam, dengan sentuhan lirik bahasa Inggris yang
berbobot. Nomor-nomor seperti ‘House’, ‘Rabbit Run’, ‘Like It Here’, serta dua
nomor pamungkas yang selalu menjadi peledak emosi penonton yaitu ‘Worth It’ dan
‘Man Upon The Hill’, menjadi penutup malam yang indah itu. Elda tak pernah
gagal untuk membuat penonton merinding saking emosionalnya dia dalam membawakan
setiap nomor, terutama intro ‘Man Upon The Hill’ yang niscaya akan menggetarkan
nurani setiap jiwa yang memijakkan raganya di sana. Suasana haru pun pecah saat
Elda mengucapkan salam perpisahan kepada penonton, dan berkata betapa
bahagianya dia melihat penonton yang begitu antusias dan girang menonton Stars
And Rabbit walaupun dia pun tahu sebagian besar dari mereka sengaja datang
lebih awal untuk mengamankan spot demi penampil selanjutnya, Honne.
dokumentasi pribadi
Kami harus menunggu hingga hampir sejam hanya untuk setting
peralatan. Namun kaki pegal, banjir peluh dan semerbak ketiak basah itu
terbayarkan tuntas oleh penampilan Honne yang luar biasa. Total 14 lagu
dibawakan dengan rapi dan ciamik.
Sepanjang konser penonton dengan kompak menyanyikan semua lagu, meskipun
hal menyebalkan yang biasa terjadi di Indonesia saat konser, hampir semua orang
di frontrow mengacungkan gadget tinggi-tinggi demi kepentingan panjat sosial di
sosmed masing-masing. Andy sebagai frontman pun cukup atraktif dalam menggiring
antusiasme penonton, salah satunya dengan basa-basi klise ‘kami sayang
kalian!!!’ yang langsung disambut dengan histeria semua kaum hawa disitu. Bagi
saya yang pertama kali nonton konser band luar,
penampilan Honne kemarin memang sungguh jauh di atas ekspektasi. Semua
orang bernyanyi, mengangkat tangan, berdansa, dan berteriak tanpa terkecuali.
Di beberapa nomor seperti ‘Good Together’ dan ‘Warm on the Cold Night’, Honne
menghentikan musik dan membiarkan crowd menyanyikan bait demi bait dengan
lantang. Saya yang cuma hafal 3
lagu(seperti paragraf atas) pun tetap terlarut dalam crowd yang heboh dan
anarkis itu. Hingga penampilan sekitar 1 jam itu berakhir, dan malam minggu
yang indah itu pun usai sudah.
Saya baru tiba di kostan jam 3 subuh dan langsung tertidur. Lalu tepat
jam 8 pagi saya terbangun dan seketika terjebak fase post concert depression,
menyadari bahwa konser semalam mustahil akan terulang kembali. Namun disaat
bersamaan saya merasa bahagia, karena masalah-masalah yang membebani kepala
saya sebelum berangkat konser seakan sirna walau sesaat, dan memang itulah
tujuan saya pergi ke konser. Konser adalah salah satu obat terampuh untuk
melupakan segudang masalah anda dengan teman, kampus, tugas, dll. Just leave it
behind, and enjoy the fuckin show, mate. Thanks Music Gallery for that incredible
night!
0 komentar:
Post a Comment