surnalisme.com
Ekspektasi tinggi terlanjur saya bumbungkan di pertunjukan unik ini. Gudang Sarinah, 25 November lalu menjadi saksi kolaborasi yang untuk
pertama kalinya dimainkan di depan khalayak. Ya, Kelompok Penerbang Roket tampil
berkolaborasi dengan band stoner rock asal Bandung yang sama-sama naik daun
dari tahun lalu, Sigmun di acara Sound Project volume 2 yang diadakan
Gundar.Namun entah memang salah kuping saya atau subjektivitas liar sesaat,
tetapi saya merasa kolaborasi sabtu kemarin berakhir mengecewakan dan diluar
ekspektasi. Bayangan yang sudah tak sabar membuah di kepala saya tentang
kolaborasi apik kombinasi rusuh dan brutal
ditimpali dengan musik biang halusinasi ala-ala psikedelik ternyata
urung jadi kenyataan. Yang terjadi adalah kebebasan tanpa arah Sigmun untuk
mengeksplorasi karya-karya mereka, tanpa peran signifikan dari Kelompok
Penerbang Roket yang (seharusnya) jadi keping puzzle pelengkap yang akan membakar
panggung Sarinah.
Tapi baiklah, mari kita lupakan tentang kolaborasi itu.
Sekarang kita membahas album perdana Sigmun
yang fenomenal tahun 2015 lalu, yaitu Crimson Eyes. Banyak teman yang request
ke saya buat membahas album satu ini. Akhirnya saya mengalah dan akhirnya mencoba menelaah satu album tersebut. Dan
kesan pertama yang muncul adalah, lelah. Bagi yang tak terbiasa melahap porsi rock
stoner seperti Sigmun pasti akan kewalahan mengikuti tempo album ini. Begitupun
saya yang kenal band ini lewat single nya Ozymandias saja atau Land Of The Living Dead yang menjadi
soundtrack game DreadOut. Wajar. di Indonesia yang mengusung genre semacam ini
sepertinya memang jarang. Saya tak paham bagaimana, tapi mendengarkan album ini begitu membosankan, hingga pada putaran keempat dan kelima saya barulah bisa
menikmati album ini.Vokal Haikal yang mengingatkan pada era kejayaan Robert
Plant dan Led Zeppelin berhasil menjadi pembeda. Begitupun dengan riff-riff
gitar yang terdengar sangat rumit dari lagu ke lagu.Dan benar seperti kata
Haikal di wawancara dengan majalah musik ternama, mereka mengusung genre
freudian blues rock,dimana pencatutan nama ilmuwan Sigmund Freud disini memang
bermakna alam bawah sadar sebagai kontrol perilaku manusia. Musik adalah produk
orisinil dari reaksi alam bawah sadar itu sendiri. Saya berani menjamin album
ini adalah visualisasi teori Freud itu, dalam arti yang sebenarnya. Saya tidak munafik, mendengarkan album ini
dalam keadaan sadar bakalan kurang cihuy dibanding jika anda berada dalam 'right stuff'. Entah itu berupa lintingan yang dibakar lalu dihisap dengan
syahdu atau prangko kecil yang dijilat seperti yang disinyalir dipraktekkan
Awkarin di video terbarunya ‘Candu’. Strategi marketing yang sangat brilian
memang.
(Disclaimer: Saya
hanya menyimpulkan dari apa kata orang tentang barang-barang itu. Plis,
jangan berprasangka buruk)
Oke, balik ke Crimson Eyes. Setelah berkelana ke alam penuh
nuansa gelap nan trippy tadi, saya mulai menelusuri lirik yang terkandung dalam
album ini. Dan ternyata liriknya pun sama gelapnya, bahkan lebih mencekam
dibanding musiknya. Halfglass of Poison misalnya. Track yang intronya sedikit
mengingatkan kita dengan Bento-nya Iwan Fals ini diwarnai bait-bait yang rusuh dan
ditimpali dengan reff penuh rebel ‘just
burn, burn them down’. Selain itu, The Summoning juga membuat saya bergidik
dengan liriknya yang penuh kebencian. Menceritakan tentang sosok gelap yang bersemayam
di tiap tubuh manusia dan siap untuk dibangunkan kapanpun oleh zat Yang Maha
Angkuh, sang pemilik cahaya. Begitupun dengan sisa lagu yang rata-rata liriknya
sama kompleksnya, yang membuat semua lagu Sigmun sulit dihapal.
lytmedia.com
Penantian penggemar selama tiga tahun ini akhirnya terbayar
dengan album yang penuh kejutan ini. Tak hanya begitu gelap, kelam, dan sarat
keputusasaan. Tapi juga tempo yang berubah-ubah menyesuaikan dengan flow
pendengar. Transformasi pendewasaan Sigmun jika dibandingkan dari EP-EP
sebelumnya juga patut diapresiasi, dan tak lupa vokal Haikal yang semakin
berkarakter dari hari ke hari, membuat Sigmun haram hukumnya jika tak
diperhitungkan di belantika musik independen nusantara. Akhir kata buat Sigmun,
berkolaborasilah dengan band yang sama-sama bikin berimajinasi. Akhir kata buat
pembaca, LSD itu haram. Terimakasih.
Bang kurang dalem nih galinya, tp nice review lah, cakeeep.
ReplyDeleteiyanihh sejujurnya belum mampu sepenuhnya memahami musik Sigmun. Thanks for the compliment!
DeleteHouse of Fun free video slot machines are the video games which provide essentially the most extra options and side-games, as they're software-based video games. These forms of free slots are nice for Funsters on the lookout for an action-packed slot machine expertise. Instead of utilizing real-life foreign money, House of Fun slot machines use in-game coins and item collections solely. When our Funsters play 점보카지노 our free slots for enjoyable, there aren't any real wagers going down. Every single transaction takes place within the game, with no real cash required.
ReplyDelete