This is for Adrian. For his struggle through
his disease for some years until now.
Pernyataan Efek Rumah Kaca di berbagai
media ini mengiringi lahirnya Sinestesia yang rilis 17 Desember lalu, yang sama
sekali tak diduga, karena memang tidak diumumkan sebelumnya. Dan Sinestesia merupakan yang pertama setelah absen selama tujuh tahun. Dengan jeda selama
itu, kita bisa lihat pergeseran ‘tahta’ yang mulai terjadi dari band-band indie
angkatan senior ke angkatan baru seperti Payung Teduh, Barasuara, dll. Walaupun
begitu, lagu-lagu lama Efek Rumah Kaca tetap abadi terekam dalam ingatan
penggemar setianya karena keunikan lagu dan semangat yang selalu terpatri dalam
setiap lagunya. Dan doa para
penggemar yang sudah digantungkan sekian lama itu akhirnya terkabulkan di
pertengahan Desember ini. Sinestesia lahir dengan memikul harapan-harapan mulia
dari penggemar musik indie tanah air akan kembalinya musik yang membawa
semangat kritis dan protes terhadap segala hal yang tak berjalan dengan
semestinya di tanah air tercinta ini.
Album Sinestesia ini mengambil formula yang
berbeda jauh dari dua album pertama ERK. Di Sinestesia hanya terdapat enam lagu
dengan berdurasi rata-rata 9 menitan setiap lagunya. Bukan, ini bukan Dream
Theater kok. Mereka adalah Efek Rumah Kaca yang baru, yang bernuansa sama tapi dengan
formula berbeda. Musik ERK banyak terpengaruh oleh Pandai Besi di album Daur
Baur, yang uniknya adalah proyek aransemen ulang lagu-lagu ERK dari dua album
sebelumnya.
Jadi bisa dibilang, ERK menyerap banyak pengaruh dari band ‘anak kandungnya’
sendiri. Sebagian besar lagu di Sinestesia memang terdapat vocal falsetto khas
dari ketiga vokalis perempuan Pandai Besi, yaitu Monica Hapsari, Natasha
Abigail, dan Irma Hudayana. Selain itu,
lagu-lagu dalam Sinestesia ini juga bertempo beragam, mulai dari yang lambat
dan ‘memilukan’ seperti Putih, hingga yang cukup cepat dan bertenaga seperti
Hijau. Oiya, hanya terdapat enam lagu dalam album ini. Semua lagu berjudul
warna. Itu semua memang didedikasikan untuk Adrian dengan penyakit matanya yang
seakan-akan melihat fragmen-fragmen warna dalam penglihatannya. Disamping itu,
walaupun rata-rata durasi lagu disini mencapai 9 menitan, tapi sebenarnya
setiap lagu terdiri dari dua elemen lagu yang disatukan. Seperti di single
pertama ‘Biru’ yang terdiri dari ‘Pasar Bisa Diciptakan’ dan Cipta Bisa
Dipasarkan’ atau ‘Ada’ dan ‘Tiada’ di nomor ‘Putih’.
Lirik yang terdapat di
Sinestesia tidak sefrontal dan sevokal yang ada di dua album sebelumnya.
Yang bisa dibilang masih mempertahankan formula
kritis ala ERK yaitu lagu ‘Biru’ dan ‘Jingga’ yang terdiri dari lagu ‘Hilang’
yang sebenarnya merupakan single lama ERK tahun 2011 lalu. Kini ERK lebih
banyak mengolah lirik tentang serba serbi kehidupan, seperti di nomor ‘Putih’
yang dialunkan dengan begitu indah sekaligus ngeri dan bikin bulu kuduk
merinding, yang bercerita tentang dua fragmen terpenting dalam kehidupan, yaitu
kematian dan kelahiran. Lagu ini juga didedikasikan untuk sahabat Cholil
bernama Adi Amir Zainun, yang belum lama meninggal serta anak Cholil yang baru
lahir ke dunia.
Yang pasti, album
Sinestesia ini merupakan album eksplorasi ERK yang menakjubkan. ERK memberikan
warna baru yang artistik dan sekaligus tidak meninggalkan formula awal mereka
yang kritis, puitis, dan melodis. Sulit untuk disangkal bahwa Sinestesia
merupakan kandidat album Indonesia terbaik 2015, disamping Taifun-nya
Barasuara, tentunya. Jika ditanya manakah track favorit saya di album ini?
Pilihan saya akan jatuh pada ‘Putih’. Lagu yang mengingatkan kita akan kematian
yang bisa datang kapan saja. Semoga saja, kreativitas ERK tak akan pernah pudar
dan tetap konsisten untuk bisa menghasilkan karya yang menginspirasi banyak
orang seperti album ini.
Itu yang 'putih' asli serem bangeet. kalo waktu nya gak pas, lagu itu kesetel langsung gua skip. anjirr serem.
ReplyDeleteIyah, kelam banget emang lagunya :(
Delete