Berawal dari membaca review
blogger-blogger film langganan saya, saya sedikit banyak mengetahui bahwa The
Human Centipede adalah salah satu film bertemakan paling disgusting yang pernah ada. Ide untuk membuat
film berdasarkan konsep penyambungan beberapa manusia dari mulut ke anus
sehingga berbentuk kelabang memang belum pernah ada sebelumnya. Tapi, sayangnya
di film pertamanya,Tom Six seperti malu-malu kucing untuk menyampaikan
premisnya secara utuh kepada penonton.Begitu banyak yang kecewa pada film pertamanya
yang memang gagal memenuhi ekspektasi penonton yang haus akan film gore yang
berdarah-darah. Barulah pada film kedua yang berjudul Full Sequence, Tom Six
membungkam semua kritik yang ditujukan padanya dengan menghajar penonton sampai
babak belur dengan bergalon-galon darah,sayatan pisau dan obeng dari
kesintingan luar biasa seorang Lawrence Harvey. Dan pada akhir 2014 lalu,
Tom Six memutuskan untuk mengakhiri trilogi sintingnya dengan rilisnya film
ketiga yang bertajuk Final Sequence. Segila apakah filmnya kali ini?
Bill Boss(Dieter Laser)
adalah pimpinan di suatu penjara di AS yang mana penghuninya memiliki tingkat
kerusuhan yang tinggi dan sangat sulit diatur. Boss pun gagal mendapatkan
respek dari seisi penghuni penjara. Lalu si sekretaris kepercayaan dia yang
bernama Dwight Butler(Laurence Harvey) datang dengan membawa ide cemerlang
untuk membuat hukuman mengerikan agar tahanan takut dan lebih bias diatur.
Hukuman itu, seperti kita tahu,menyambung 500 tahanan menjadi sebuah kelabang
raksasa. Apakah Boss benar-benar akan menerapkan hukuman itu ditengah badai
tekanan baik dari tahanan maupun dari presiden Amerika yang mati-matian menentang rencana sinting itu?
Ada dua poin penting yang
menjadi daya tarik di The Human Centipede 3. Pertama, dua villain dari
dua film pertama,Dieter Laser dan Lawrence Harvey ‘dipersatukan’ di film ini.
Kedua, kelabang yang akan terdiri dari 500 orang. Sebuah perkembangan pesat
dari 2 film sebelumnya,dimana kelabang yang dibuat hanya terdiri dari 3 dan
12 orang saja. Lalu, dengan premis yang terdengar semenarik itu, apakah film
ini benar-benar sekeren yang dibayangkan? Hmm.. apakah anda sudah siap untuk
membacanya? Hah? Yakin?Serius? Hahaha. Apa yang anda akan baca dibawah ini
berkebalikan jauh dari yang anda kira sebelumnya.
Pertama, plot yang
dihadirkan di film ini sangat-sangat absurd. Memang benar sih kata orang, kalau
film gore pada umumnya unsur plot tidaklah penting. Yang penting, semakin
banyak gallon darah yang tertumpah dan potongan tubuh yang berceceran, maka
semakin bagus sebuah film gore. Apabila unsur tersebut tidak terpenuhi, maka
jalan cerita yang cerdas akan jadi nilai plus sebuah film gore. Dan apa yang
terjadi di The Human Centipede 3,adalah gagal total. Baik dalam segi
berdarah-darahnya maupun dari segi cerita.Oke sih,masih ada adegan yang
memorable dari film ini, salah satunya ketika Boss memotong biji pelir seorang
tahanan dan melahapnya seperti sosis panggang. Tapi ya sebatas itu saja, tidak ada yang spesial. Kehadiran Bree Olson sebagai sekretaris pribadi Boss juga tak memiliki kesan sama sekali, hanya numpang lewat dan paling hanya sesekali membuat 'tegang' penonton.
Saya bisa menyimpulkan
durasi film ini secara keseruhan terbagi menjadi tiga yaitu dialog, dialog, lalu mesum. Lalu, bagaimana dengan adegan-adegan sadisnya? Kecuali adegan
memotong pelir tersebut, semuanya dengan mudah terlupakan. Pendeknya,film ini
selain gagal menunjukkan identitasnya sebagai film gore, juga gagal total dalam
menghadirkan cerita cerdas yang memancing penasaran penonton. Ekspresi saya,
dan mungkin juga anda, setelah menonton film ini pastinya sama: memandang layar
laptop/computer dengan mulut terbuka,dan mata melotot,dengan ekspresi
seolah-oleh berkata,What the fuck did I just watch?? Atau jika diindonesiakan,
artinya adalah ‘Anying, gue abis nonton apaaa??..’. Ditambah dengan ending yang
tak kalah absurd, pendeknya The Human Centipede 3 adalah paket lengkap
kegagalan sebuah film gore yang digadang-gadang bakal jadi penutup sebuah
trilogi paling menjijikkan yang pernah ada. Saya tidak berharap Tom Six membaca
ini, karena selain dia tak akan mengerti bahasa Indonesia, dia juga pasti sudah
mendengar caci maki semua penonton sebelumnya yang pastinya sependapat dengan
saya. Bye, Tom.
0 komentar:
Post a Comment