Kata orang, kalau sedang berbicara dengan orang lain, kita
harus tatap matanya. Begitu pun ketika kita mendengarkan.
Kata mereka pula, perempuan itu suka pada lelaki yang
perhatian dan selalu memperhatikan saat lawan jenisnya sedang berkeluh kesah,
dan lainnya.
Tapi, aku tak percaya. Maaf, ulang lagi. Aku tak yakin aku
bisa melakukan itu. Ada waktunya ketika aku sedang tak tertarik pada materi
pembicaraan, ada pula saatnya ketika aku deg-degan karena lawan bicara yang aku
hadapi adalah wanita idamanku.
Terkadang, dua tatapan mata yang bertemu itu adalah siksaan
batin bagiku, sehingga aku buru-buru memalingkan wajah, dan berharap matanya
tak perlu lagi mendaratkan tatapannya di mataku. Sungguh ironi memang, seorang
pria yang memiliki masalah pada matanya.
Beruntung, orang yang punya sorot mata yang tajam.
Mata yang bisa berbicara. Mata yang punya kharisma, bahkan jauh lebih
mempengaruhi, dibanding gaya berbicara orang itu sendiri.
Aku sendiri? Aku merasa inferior dengan karakter mataku yang
sayu, terkadang kosong, dan selalu terlihat mengantuk. Apa yang bisa dibanggakan
dari itu semua? mengejapkan mata
sepertinya terlihat lebih baik dibanding membuka mata.
Jika si dia melihatku dengan tatapannya yang setajam burung
elang, dan seindah lekuk tubuhnya itu, apakah aku sanggup untuk menandinginya
dengan mataku yang lemah gemulai ini?
Suatu kali, aku sempat berpapasan dengannya. Dia sedang
jogging memakai pakaian sport yang ketat, masih dengan matanya yang bikin aku
jatuh cinta itu. Dia memakai earphone dan juga kacamata sporty yang agak
melorot ke hidungnya. Aku, yang sedang memakai kacamata hitam, dengan percaya
diri langsung bilang, “Hai!”. Tapi mengejutkan ketika dia melepas kacamatanya
dan hanya melirikku sebentar, lalu berkata, “Hai juga. Cuacanya bagus yah.”,
lalu dia pun menurunkan kembali kacamatanya. Aku mencoba melirik tajam ke matanya, tapi hasilnya nihil. Dia tidak mempedulikannya. Kata orang, itu merupakan ekspresi
ketidaktertarikan dari perempuan kepada lelaki
di hadapannya.
Aku pun segera berlalu dengan kecewa berat. Aku bergegas
menuju cermin di kamarku dan menelaah kekurangan mataku. “Hmm..keren juga”, pikirku saat
kacamataku masih melekat di wajahku. Tapi, apa yang salah dengan ini? Dia
ternyata tidak tertarik dengan setelan baruku ini. Dia pernah bilang, “Tatapan
mata adalah ekspresi jiwa yang sesungguhnya.”. Lalu, apa kata dunia, jika
mataku masih begini-begini saja? Masih sayu dan mengantuk? Di pikiranku, laki-laki
yang sangar dan macho haruslah yang bermata keren dan tatapan tajam.
Karena frustasi, akhirnya aku mengabaikan saja
pikiran-pikiran kotor di kepalaku. Aku ingin bersikap apa adanya. Tak peduli
dengan tatapan mataku yang payah ini. Tak peduli dengan mata orang-orang itu,
yang jauh lebih indah, lebih dalam, dan lebih kejam dibanding mataku.
Di tengah
jalan, kembali lagi aku bertemu dengan dia. Kali ini dengan setelan jas khas
pegawai kantoran. Kini dia terlihat lebih seksi dengan rambut yang tergerai indah
dan kacamata frame hitam. Dia berjalan bersama seorang laki-laki, mungkin temannya. Namun, kali ini dia menyapa duluan, “Hai, teman! Kamu
terlihat berbeda dari biasanya!”. Aku pun menjawab dengan santai, “Yeah…ummm
biasa saja sih. Kamu juga terlihat lebih fresh hari ini. Btw, cuaca hari ini bagus
yah….”
Lalu dia pun menepuk pundakku, dan berkata, “Yakinlah pada
diri sendiri, kawan. Aku justru suka dengan mata kamu yang mencerminkan bahwa
kamu orangnya sopan, patuh, dan tidak nakal. Tidak seperti kebanyakan cowok
yang kukencani, mereka itu cowok-cowok murahan yang hanya ingin memanfaatkan
tubuhku ini.” Dia menghela nafas sebentar, lalu melanjutkan, “Tidak. Semua
orang disini punya tatapan mata yang tajam. Mereka punya mata yang
menghipnotis. Mereka adalah orang-orang kharismatik.Sama semua. Tapi, that’s my
point. Buat apa hidup kalau tidak ada perbedaan?” Lalu dia melanjutkannya
dengan berbisik di kupingku, “Aku suka gaya kamu.”
"Oh, ya udah. Hati-hati ya!". Aku meresponsnya.
"Sori, ya. Kamu bukan yang pertama." Dia pun berlalu, bersama temannya yang ternyata adalah suaminya.
Aku hanya bisa tersenyum kecut, ketika dia melambaikan tangan ke arahku. Mataku menitikkan air mata.
Air mata buah dari kelemahgemulaian mataku.
0 komentar:
Post a Comment