Lalu, tiba-tiba bis
itu berhenti. Rem mendadak itu membuat beberapa orang yang berdiri di bus,
termasuk kami, terjungkal ke depan. Aku merasakan sakit yang amat sangat di
batok kepala. Sekilas terdengar ada suara kaca terpecah. Aku mencoba melihat
kearah kursi supir. Akh, gila! Dia sudah mati! Dengan otak berceceran di kursi
dan setiran bus. Ternyata dia ditembak di bagian kepala.
Beberapa saat
kemudian, beberapa orang mendobrak pintu masuk bus, dengan membawa senapan
otomatis dan topeng di bagian muka. “Tiaraaaap!!!” Teriak mereka.
Kami semua yang ada di
bus otomatis tiarap di lantai. Mereka lalu melepaskan tembakan peringatan, agar
kami semua tahu bahwa yang mereka bawa bukan senapan mainan, dan ini bukan
serangan pura-pura. Aku sendiri, sambil menjatuhkan diri aku merogoh pisau
lipatku di saku jaket.
“MANA YANG NAMANYA
NAYA SI JALANG ITU??!!!” , salah satu
dari mereka berteriak.
“Shhhhttt….Jangan
bergerak!” Aku berbisik kepada teman-temanku, termasuk wanita-yang-mengaku-pacarnya-Agas,
si Janet Florine. Namun, yang mengherankan, wanita itu sangat tenang. Aku tanya
dia, “Apakah kau baik-baik saja?” Dia jawab, “Sangat baik, Dery.”
Lalu dia pun berdiri,
dan kemudian menunjuk ke arah Naya sembari berkata,
“Ini dia, kawan. Naya,
si bangsat yang kalian cari-cari ini. Dia yang menyembunyikan rahasia tentang
Ringo dan Agas. Laughin’ My F*ckin A*s Off, itu juga kata sandi yang dia buat,
untuk memelintirkan fakta tentang ini semua!” Dia menarik rambut Naya,
memaksanya berdiri, dan menaruh pisau di lehernya. Sialan! Dia mata-mata, pikirku.
Janet menyerahkan Naya
secara kasar kepada orang-orang bersenjata itu. Kasihan sekali Naya, wanita
baik-baik itu harus terlibat dalam kasus yang sungguh membingungkan ini. Aku
menyelipkan pisau di balik ketiakku, untuk digunakan pada saatnya. Aku merayap
menuju kaki Janet, dan dengan sekali ancang-ancang, aku berhasil berdiri dengan
cepat lalu memegang Janet sambil menaruh pisau di lehernya.
“AHA! Kini giliran
kalian untuk membereskan masalah ini.
Lepaskan Naya, atau pisau ini yang akan membereskan semuanya!!!” ,
hardikku kepada orang-orang itu.
Mereka tidak bereaksi
cepat. Beberapa diantara mereka malah menodongkan senapannya ke arah
diriku.
“OH. Jadi kalian
main-main dengan pisauku. OKE.” , aku pun membuka tudung jaket yang menutup
kepala Janet, lalu dengan sekali sayatan aku melukai bibirnya. Saat aku melihat
wajahnya, Akh sialan! Ternyata dia sangat cantik! Aku telah melukai seorang
wanita cantik. Tapi, sudah terlambat. Bukan saatnya untuk memikirkan hal
semacam itu sekarang.
Darah mengucur deras
dari bibirnya. Janet bergidik tanda ketakutan. Orang-orang itu tidak
menunjukkan reaksi yang kuharapkan. Dalam hening, salah satu dari mereka,
mungkin ketua kelompoknya,berjalan ke arahku dan menunjukkan tanda pengenal.
Aku menatapnya tajam, dia pun begitu. Kami saling berpandangan. Rachel yang
daritadi merinding ketakutan malah mengambil sebuah tas lalu melemparkannya ke
lelaki tersebut, namun tidak kena. Duh, betapa bodohnya dia. Aku jadi menyesal
melibatkan dia dalam prahara ini.
0 komentar:
Post a Comment